Bab 225
Bab 225
Bab 225
Samara melirik sekejap kearah Widopo, dengan tidak setuju dia berkata: “Tuan muda Widopo, bahan obat langka atau tidak ada hubungannya dengan saya, kalau kamu langka atau tidak, apa hubungannya dengan saya?”
Widopo sudah menduga dia pasti akan menjawab dengan sinis, jadi dia sama sekali tidak inarah, bahkan sebaliknya terus menatap perempuan kecil ini, dengan pandangan yang menggambarkan setiap ekspresi kecil di wajahnya.
“Bisakah kita jangan berbicara disini, ayo jalan, kita bicara di kantor saya.”
Samara menatap tajam pada wanita resepsionis itu, mulutnya lalu berkata: “Tidak ada janji dengan Widopo Sutanto, apakah saya boleh naik keatas?”
Resepsionis yang berdandan rapi itu begitu menerima pandangan dingin dari Samara, seketika tubuhnya gemetar seperti burung puyuh.
“Bo....Boleh, tentu saja boleh!”
Widopo menatap sekilas dengan dingin, resepsionis ini berani mempersulit perempuan kecilnya, apakah dia sedang mencari mati?
Sebelum dia meninggalkan tempat itu bersama Samara, Widopo telah memberi tanda mata kepada Kiky, dan Kiky telah mengangguk tanda mengerti.
Setelah Widopo membawa Samara meninggalkan tempat itu, kedua kaki resepsionis itu lemas sampai terduduk di lantai, dia terus menerus memohon ampun: “Asisten Kiky, maafkan saya....saya tidak tahu dia adalah teman Presdir.....Maaf, saya sudah tahu kesalahan saya, beri saya satu kesempatan lagi! Lain kali saya tidak akan berbuat kesalahan seperti ini lagi!”
Kiky menunduk, dengan pandangan mata yang dingin berkata: “Tidak ada gunanya minta maaf kepada saya, yang kamu singgung tadi adalah orang yang paling penting bagi Presdir.”
“O.....Orang yang paling penting?” Resepsionis itu tidak berani percaya dengan pendengarannya, dia tidak percaya wanita jelek itu adalah pujaan hati Presdir.
“Yang kamu singgung adalah orang yang paling penting bagi Presdir, kamu.....dan juga orang yang merekomendasi kamu masuk ke perusahaan, kalian akan menerima akibatnya......”
Bibir Kiky mendekati telinga resepsionis dan berkata, setelah selesai mendengar perkataannya, wanita resepsionis itu langsung jatuh pingsan.
Samara dan Widopo naik sampai tingkat paling atas dari gedung perkantoran itu,
pegawai di kantor Presdir semua memandangnya dengan rasa ingin tahu dan pandangan kagum.
Samara mengerutkan keningnya: “Untuk mengambil Buah Darah Ular sebaiknya saya langsung mencari Kiky saja, kamu sangat sibuk, tidak perlu khusus meladeni saya.
Orang lain sangat mengharapkan diladeni olehnya, Samara malah sebaliknya ingin menghindar, ini menyebabkan Widopo hanya dapat tertawa pahit, tetapi dia langsung menyerang dengan perkataannya: “Karena kamu sudah memberikan sisa kehidupan untukku selanjutnya, apakah saya tidak boleh bagikan waktuku untukmu?”
Perkataan ini......
Bukan hanya Samara yang mendengarnya bahkan seisi kantor telah mendengarnya sehingga semua orang terkejut!
Orang gila!
Samara merasa memanggilnya orang gila memang cocok sekali!
Dia hanya mengobati penyakitnya, tetapi Widopo malah sengaja mengucapkan kata kata yang dapat mengundang salah paham orang lain!
“Tuan muda Widopo, dapatkah kamu berbicara dengan baik?” Samara melotot kepadanya.
“Saya sudah berbicara dengan baik, setiap kata kata yang saya ucapkan adalah benar.”
“Malas berbicara denganmu.”
Samara menyesap ketat bibir merahnya, lalu mengikuti Widopo ke kantornya.
Dekorasi kantor Presdir sangat berkelas, di dalam ruangan yang besar baik perabotan maupun sofa tempat menerima tamu, semua bisa menunjukkan selera pemiliknya yang memuja keindahan. Akan tetapi dominasi warna hitam yang dipakai untuk dekorasi memberikan kesan tertekan secara keseluruhan.
Sekretaris Widopo membawa masuk secangkir kopi dan dua potong biskuit.
Sekretarisnya memakai setelan rok kerja yang sangat pendek dan ketat membungkus pinggulnya sehingga menampilkan postur tubuhnya yang ramping, panca inderanya sempurna ditambah dengan riasan membuat penampilannya kelihatan cantik dan cerah.
Waktu bertemu pandang dengan mata sekretaris, Samara merasakan pandangan bermusuhan darinya, pandangan matanya seolah olah ingin menelannya bulat bulat,
*70 55%
11:59
Bab 225
5 mutiara
Samara tidak tahan dan mendesah, dirinya telah mengenakan topeng wajah yang begitu jelek mengapa masih bisa membuat wanita lain cemburu?
“Silahkan dinikmati.” Setelah selesai mengantarkan kopi dia tersenyum kepada Widopo baru meninggalkan ruangan. This content belongs to Nô/velDra/ma.Org .
Sepeninggal sekretarisnya, Widopo bertanya: “Kamu tidak menyukai sekretaris saya?”