Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 196



Bab 196

Bab 196

“Jangan mengatakan hal bodoh.” Asta membantah dengan suara berat, “Kamu sangat baik, terlalu baik hingga saya ingin menyembunyikanmu, hanya saya seorang yang menikmati.”

Sejujurnya…

Sampai sekarang, Samara tetap tidak mengerti dengan selera Asta.

Bukan hanya Samantha, bahkan Patricia juga wanita yang cantik, bagaimana bisa Asta hanya menyukai dirinya yang jelek?

Samara termenung, sampai lupa menjawab.

“Apa yang kamu lamunkan?”

“Tidak…tidak ada.”

“Baiklah, tunggu saya kembali.”

Suara Asta mengandung pemanjaan tanpa batas, seperti anggur hangat, membuat Samara tenggelam di dalamnya.

Setelah menutup telepon.

Samara kembali melihat twitter, melihat hastag tentang tarian Tradisional masih sedang trending.

Dia membaca-baca kolom komentar, menyadari sebagian besar berkomentar mengenai Stefani.

Asalkan informasi tentang dirinya tidak diketahui oleh netizen, video ini akan menjadi permulaan yang bagus bagi Stefani untuk memulai karirnya di dunia entertainment,

Selesai membenah diri, Samara keluar dari kamar tidur, menemuka ketiga bocah sudah berangkat ke taman kanak-kanak.

Dia memakan roti lapis buatan Javier, lalu berangkat ke Institusi Penelitian di Perusahaan intermega, menyiapkan obat untuk Widopo.

Sesampai di Institusi penelitian.

Samara menukar jubah putih, memasuki kamar penelitian khusus untuknya.

Penyakit Widopo agak rumit tapi tidak parah, dibandingkan penyakit Raisa yang disebabkan organ tubuh yang cacat, sebenarnya lebih mudah ditangani.

Beberapa tahun ini hanya mengobati gejala saja tanpa menyembuhkan akar penyebab penyakit tersebut, sehingga kesembuhannya hanya sementara waktu saja, lalu kembali kambuh dan semakin parah.

Karena buah Darah Naga yang mampu mengobati Raisa masih belum sampai di tangannya, dia bermaksud menyembuhkan Widopo dulu.

Keluarga Susanto memiliki pengaruh di dunia bisnis dan dunia preman, mungkin dari mereka bisa mendapatkan informasi tentang buah Darah Naga.

Proses pembuatan obat ini…

Dua hari berturut-turut, Samara sama sekali tidak keluar dari laboratoriumnya.

Sampai di hari yang dijanjikan, Samara membawa kotak obatnya berangkat ke kediaman Sutanto,

Kediaman Sutanto terletak di perbukitan pinggiran kota, pemandangan disana sangat indah, rumah dengan desain villa sangat bergaya dan megah.

Awalnya Samara mengira dia akan dihadang, tapi tidak disangka begitu dia menyebut dirinya adalah Samara, pembantu di depan pintu langsung mengantarnya ke kamar tidur Widopo.

“Sudah sampai—”

“Terima kasih.”

Samara mengetuk pintu.

“Masuk.”

Samara mendorong terbuka pintu tersebut, Widopo memakai celana berwarna hitam, dan bertelanjang dada, kulitnya putih mulus, ototnya kuat dan indah All text © NôvelD(r)a'ma.Org.

Pemandangan ini…

Samara sedikit terkejut, tapi tidak merona sedikitpun

Tatapan widopo jatuh ke sosok Samara, dengan tenang berkata: “Kukira kamu tidak berani datang?”

“Saya menyetujui menyembuhkanmu, tentu saja harus ditepati.” Samara meletakkan kotak obatnya, “Saya tebak, dengan sifatmu yang curigaan,

sewaktu melepaskanku, seharusnya kamu mengullis seseorang untuk mengintaiku. Kalau sampai pada waktu yang dijanjikan tidak menemukanku, mungkin telah terjadi sesuatu padaku.”

Selesai berkata, Samara mengangkat tatapan tertuju pada Widopo.

Hati Widopo tergetar oleh mata bulatnya yang bersinar cerdas.

Gadis ini…

Lebih menarik dibanding yang disangkanya.

“Bagaimana caramu menyembuhkanku?”

“Tempat seperti ini pasti memiliki bak mandi atau kolam mandi, kan?” Samara mengeluarkan sebungkus herbal dari kotak obatnya, “Kamu perlu berendam selama 2 jam di airherbal ini, lalu saya akan melakukan akupunktur padamu lalu meminum obat.”

“Hanya begini saja?”

“Hanya begini.” Samara mengangguk pasti.

Kiky merasa Samara sengaja berteka-teki, baru saja akan membuka mulut, langsung terhenti oleh tatapan Widopo yang kejam.

“Kiky, patuhi perkataannya.”

“Baik…”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.